Buah Apel
Buah apel (Pryus malus) adalah salah satu jenis buah zona suhu dingin (temperate zone) yang memiliki pola respirasi non klimakterik (MDidea, 2010). Umumnya, buah apel dapat disimpan sekitar 3 - 4 bulan. Penyimpanan suhu rendah (2°C - 4°C) dapat membatu meminimalkan kehilangan nutrisi buah apel. Pengendalian kelembaban udara sekitar buah apel (atmosfer pada ruang penyimpanan atau pengemasan) dapat membatu dalam mempertahan kualitas nutrisi, fungsional, dan organoleptik buah apel (Mateljan, 2010).
Di dalam buah apel terdapat berbagai kandungan nutrisi. Dalam 100 gram buah apel standar komoditas pangan USDA A343 terkandung 95% karbohidrat, 3% lemak, dan 2% protein (SELF, 2008). Buah apel juga mengandung berbagai macam vitamin seperti vitamin A, B, C, D, E, K, asam folat, dan asam pantotenat (Mateljan, 2010). Kelebihan buah apel adalah rendah lemak jenuh, kolesterol, dan natrium, serta tinggi serat pangan (2,4 gram), sedangkan kekurangan buah apel adalah sumbangan kalori yang cukup besar dari 10,4 gram gula (SELF, 2008).
Buah apel juga memiliki kandungan senyawa fitokimia fungsional yang memberi dampak positif bagi kesehatan tubuh manusia. Buah apel mengandung tinggi senyawa flavonoid (Mateljan, Apple, 2010). Jenis dan konsentrasinya tergantung pada komoditasnya. Misalnya saja, pada sel buah apel terdapat berbagai jenis senyawa quercentin yang melindungi sel Caco-2 manusia dari oksidasi lemak oleh H2O2 atau Fe2+ (Mateljan, 2010). Selain sebagai sumber antioksidan, buah apel juga memberi manfaat terhadap jantung dan regulasi gula darah, serta dapat berperan sebagai anti-kanker dan anti-asma (Mateljan, 2010).
Secara organoleptik, buah apel memiliki tektur daging buah yang renyah dan berwana putih. Kulitnya dapat berwana merah, kuning, ataupun hijau. Kemanisan buah apel sedang (moderate). Flavor umum buah apel menyegarkan karena mengandung gula (MDidea, 2010). Rasa getir pada buah apel berasal dari senyawa katekin, terutama terdapat pada kulit dan bijinya, dan tingkat kegetiran rasa buah apel tergantung pada varietasnya (Mateljan, Apple, 2010). Aroma khas buah apel berasal dari senyawa asam malat, asam amil valerat, dan/atau asam ester amilvalerat dan biasa diekstraksi sebagai esens aroma buah apel alami (MDidea, 2010).
Permasalahan Umum dalam Marketing dan Distribusi Buah Apel Segar
Dalam marketing (maupun distribusi) buah apel, sering ditemui kendala mendasar yaitu cara mempertahankan kualitas buah apel, baik dari aspek nutrisi, fungsional, dan organoleptik (Proctor, 2010). Penurunan kualitas buah apel dapat berdampak kepada produsen, distributor, maupun konsumen. Permasalahan di atas mengakibatkan penurunan nilai ekonomis buah apel dan merupakan kerugian bagi produsen (Begnal, 2001). Ancaman yang muncul dari sisi distributor adalah penolakan konsumen terhadap buah apel. Secara langsung, konsumen merasa dirugikan karena tidak mendapatkan manfaat dari buah apel yang telah dibeli. Secara tidak langsung, hal ini memberi dampak pada pemerintah (Dow, 2010).
Buah apel sangat digemari oleh masyarakat luas. Pada tahun 2004, Negara Amerika mengekspor 13,1 juta gantang ke seluruh dunia. Terjadi peningkatan permintaan pada tahun 2005, yaitu sebanya 20,5 juta gantang (USApple, 2006). Tingginya permintaan masyarakat terhadap buah apel meningkatkan perhatian produsen, distributor, dan pemerintah mengenai mempertahankan kulalitas buah apel (Dow, 2010). Di sisi lain, jarak dan waktu selama proses marketing dan distribusi menjadi masalah, mengingat buah apel segar merupakan sel hidup yang masih dapat melakukan proses metabolisme (Proctor, 2010).
Ketidaksesuaian kondisi penyimpanan ataupun pengemasan selama marketing dan distribusi buah apel dapat berdampak negatif bagi kualitas apel (FAO, 2006). Misalnya, penurunan kerenyahan daging buah apel oleh enzim pektinase, hilangnya senyawa fungsional pada buah apel, pencoklatan akibat aktivitas enzim fenolase, dan menurunya konsentrasi vitamin dalam buah apel (Wageningen, 2009). Pertumbuhan jamur dan kapang pada permukaan buah apel juga akan memicu off-flavor dan off-odour akibat respirasi fermentatif (Gunes, 2000). Karena itu diperlukan teknologi yang dapat menghambat terjadinya penurunan kualitas buah apek seperti di atas.
Teknologi Iradiasi
Proses minimal merupakan proses yang memberi efek minimal terhadap perubahan kualitas buah dan dapat memperpanjang daya simpan buah (Gunes, 2001). Selain itu, proses minimal dapat memberikan karakteristik buah di tangan konsumen yang masih persis seperti buah segar (Fan, 2008). Salah satu teknologi dalam proses minimal yang sedang berkembang adalah teknologi iradiasi. Diharapkan teknologi iradiasi dapat berkembang menjadi salah satu metode preservasi kesegaran buah apel yang efektif dan efisien.
Iradiasi pangan adalah teknik pengolahan dimana bahan pangan dipaparkan terhadap balok electron (electron beam), sinar X, atau sinar gamma Cesium-137 dan Cobalt-60 (FSA, 2010). Secara umum, iradiasi member efek pengendalian terhadap insekta dan peningkatan masa simpan pada produk buah (UWFIEG, 2008). Teknologi ini merupakan teknologi preservasi dan keamanan pangan yang memberi dampak seperti proses pasteurisasi (CPMA, 2009) dengan pengurangan 1-log dari total mikroba dengan 1 – 3 KGy radiasi (Fan, 2008). Iradiasi dapat mengurangi jumlah mikroba pembusuk dan patogen pada permukaan bahan pangan (EHSO, 2008).
Air merupakan komponen utama yang penting dalam iradiasi pangan. Hal itu disebabkan oleh radiasi ionisasi terjadi paling banyak pada molekul H2O. Radiolisis air pada sel mikroorganisme menghasilkan radikal bebas. Pada gilirannya, radikal bebas merusak beberapa komponen penting dalam sel, termasuk DNA mikrooganisme (Fan, 2008). Iradiasi juga menurunkan permeabilitas dan fungsionalitas mebran sel, sehingga berdampak pada kebocoran elektrolit dan kehilangan integritas jaringan. Tak dapat dihindari pula, ionisasi air terjadi pada molekul H2O bahan pangan. Sehingga, perubahan kualitas pada bahan pangan masih dimungkinkan dan tidak negatif (Garbis, 2011).
Radiolisis molekul H2O memberi beberapa pengaruh terhadap bahan pangan. Beberapa perubahan masih diinginkan, sebagian lagi tidak diinginkan. Contoh perubahan pada beberapa bahan pangan adalah sebagai berikut (EHSO, 2008).
1. Perubahan struktur bahan pangan yang rentan terhadap iradiasi, misalnya sayur dedaunan berubah menjadi mushy.
2. Perlambatan pematangan dan pemasakan buah dan sayuran, sehingga dapat memperpanjang umur simpan.
3. Pengurangan atau perusakan beberapa nutrient, seperti vitamin, sehingga menurunkan nilai nutrisi bahan pangan.
4. Perubahan beberapa senyawa pembentuk flavor
5. Pembetukan senyawa baru yang tidak berasal dari bahan pangan membutuhkan pengendalian tingkat radiasi.
6. Pembetukan radikal bebas dan dimungkinan berekombinasi dengan ion lainnya.
Penggunaan iradiasi dalam pengolahan bahan pangan harus diinformasikan kepada konsumen. FDA (Food and Drug Administration) memberi peraturan kepada produsen maupun distributor agar informasi disampaikan melalui pelabelan (UWFIEG, 2008). Label harus diberi gambar radura dan pernyataan “Treated by Irradiation” atau “Treated with Radiation” (EHSO, 2008). Daun bunga (petal) melambangkan bahan pangan, lingkaran tengah melambangkan sumber radiasi, lingkaran terputus-putus melambangkan sinar dari sumber radiasi (FSA, 2010).
Aplikasi Teknologi Iradiasi pada Buah Apel
Untuk mengatasi beberapa permasalahan pada proses marketing dan distribusi buah apel, telah dikembangkan dan diaplikasikan teknologi iradiasi di atas. Diharapkan proses minimal tersebut dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas buah apel selama menempuh jarak dan waktu pada proses marketing dan distribusi, sehingga mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap buah apel. Walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap penurunan minat konsumen terhadap buah apel yang telah diproses dengan iradiasi, akibat peningkatan nilai eknomis (harga) buah apel sebanyak 2 hingga 3 sen dolar tiap pound buah dan kebimbangan konsumen terhadap keamanan buah apel yang telah diradiasi (UWFIEG, 2008).
FDA mengijinkan penggunaan radiasi tidak melebihi 10 KGy (EHSO, 2008). Menurut regulasi iradiasi pangan Inggris tahun 2009, dosis rata-rata maksimal yang diijinkan untuk produk buah 2 KGy (FSA, 2010). Hal tersebut dihitung berdasarkan efek radiasi terhadap sel buah apel yang dapat merusak konsistensi sel buah apel. Informasi mengenai penggunaan radiasi terhadap buah apel dapat dikomunikasi melalui label maupun kemasan buah apel.
Mengingat sinar radiasi efektif untuk pasteurisasi dingin terhadap bagian permukaan buah apel saja, diperlukan tahapan preparasi untuk memaksimalkan efektifitas penjagaan mutu (Gunes, 2001). Buah apel perlu dipotong membentuk irisan tipis (slice) dan diberi beberapa perlakuan proses minimal lainnya (FAO, 2006). Dengan ketebalan yang kecil, diharapkan radiolisis dapat terjadi di seluruh bagian potong buah apel (Dow, 2010).
Penggunaan radioisotop Cs-137 sebagai sumber sinar gamma bekerja pada 0,51 MeV. Mekanisme perusakan DNA menggunakan foton berenergi tinggi memicu atom target untuk mengeluarkan elektron energi tinggi guna memecah molekul air menjadi radikal bebas. Radikal tersebut secara langsung memecah struktur DNA. Penetrabilitasnya dapat mencapai 30 – 40 cm. Waktu yang dibutuhkan adalah dalam hitungan menit (tergantung kekuatan sumber radiasi) untuk emisi energi (Niemira, 2008).
Di industri, buah apel melalui beberapa tahapan proses sebelum irisan buah apel diberi radiasi. Penerapan sanitasi yang baik dan penggunaan air bersih terklorinasi selama proses pengolahan dapat membantu menahan jumlah awal mikroba tetap rendah. Selain itu, alat-alat pemotong yang tajam dapat menghindarkan buah apel dari proses pencoklatan pada permukaan luka buah apel. Pisau tajam dapat membuat luka jaringan buah apel menjadi halus dan luas permukaannya rendah, sehingga luas permukaan kontak luka buah apel terhadap udara lebih sempit. Lebih dianjurkan untuk menggunakan alat-alat berbahan stainless steel agar mempermudah dalam pembersihan peralatan, termasuk meja, pisau, ataupun conveyor. Aplikasi suhu rendah selama proses perlakuan buah apel dapat membantu menurunkan reaksi enzimatis dan biokimia dalam buah apel.
Tahapan Proses Perlakuan Buah Apel Teradiasi
1. Spesifikasi buah apel
Buah apel yang digunakan adalah buah apel jenis “Rome beauty” dari Batu yang dipanen secara komersial. Buah apel disimpan metode controlled atmosphere storage (CAS) 1,5% O2 dan 0,5% CO2 (N2 setimbang) pada suhu 1,5°C dan RH 98%. Berat apel kurang lebih 1 ons/buah.
2. Preparasi buah apel iris dan perlakuan CaA (Calsium Ascorbate)
Semua perlakuan dilakukan pada suhu D Buah disortasi sesuai spesifikasi di atas. Permbersihan alat dan bahan dilakukan dengan 300 ppm NaOCl (pH 9,2). Slicer digunakan untuk mengiris buah apel menjadi 8 bagian yang sama dan membuang biji. Irisan direndam larutan CaA 3,5% selama 2 – 3 menit dalam bak 2,5L (48 irisan buah apel). Irisan buah apel dikeringkan (draining) dengan plastic drainer, kemudian ditempatkan dalam kantong berlapis poliolefin multi-layer 12 x 18 cm (8 irisan buah apel ~ 160 gram). Kantong tersebut memiliki kecepatan transmisi O2 dan CO2 adalah 15,3 dan 50 nmol/m2/s/kPa (3000 dan 9800 mL/m2/24 jam/atm) pada suhu 23°C.
3. Iradiasi buah apel iris
Irisan buah apel yang telah dikemas diberi radiasi dengan dosis target 1,6 kGy di suhu 4°C dengan sumber radiasi gamma Cs-137 buatan Lockheed Georgia Co. dengan kecepatan radiasi 0,092 kGy/menit. Dosis aktual tidak lebih dari 5% dosis target. (Fan, 2005). Buah apel diradiasi selama 52 detik dengan dosis aktual 0,08 kGy .
Analisa Prosedur Perlakuan Proses
Sortasi dilakukan berdasarkan varietas, tingkat kematangan, ukuran, bentuk, dan warna. Varietas yang digunakan adalah varietas “Rome-beauty” yang dipanen dari perkebunan apel di Kota Batu. Kematangan yang dikehendaki adalah apel yang tepat matang. Hal ini berkaitan dengan apel merupakan buah non-klimakterik yang tidak dapat matang setelah pemanenan. Bentuk yang diinginkan adalah bundar dengan tingkat roundness yang disesuaikan spesifikasi kebundaran negara pengimpor. Warna kulit buah apel yang diminati konsumen adalah kuning bersembur warna merah. Spesifikasi lain yang digunakan dalam penyortasian adalah spesifikasi yang telah ditetapkan negara pengimpor.
Penyimpanan dilakukan untuk memperpanjang daya simpan buah apel dalam bentuk fresh material. Metode penyimpanan yang dilakukan adalah metode controlled atmosphere storaging. Buah apel “rome-beauty” merupakan buah musiman yang dipanen setiap 6 bulan sekali, sehingga metode tersebut dimaksudkan untuk menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku dan proses produksi. Udara diatur 1,5% O2 untuk menghindari proses respirasi aerob dan anaerob, serta 0,5% CO2 (N2 setimbang) untuk menekan konsentrasi O2 pada ruang penyimpanan (CO2dan N2 berpengaruh antagonisme terhadap O2). Penyimpan pada suhu 1,5°C bertujuan untuk menurunkan kecepatan reaksi enzimatis bahan baku dan mikroba yang terdapat dalam ruang penyimpanan. RH ruang penyimpanan diatur ±98% untuk menghindari terjadinya kehilangan massa akibat transpirasi.
Pendinginan ruangan hingga 8°C bertujuan untuk menurunkan kecepatan reaksi enzimatis bahan baku, terutama aktivitas enzim polifenolase, dan aktivitas mikroba di ruangan pengolahan. Selain itu, suhu rendah dapat menghindari reaksi pencoklatan non enzimatis (reaksi Maillard) diperLmukaan daging buah apel. Pendinginan dilakukan dengan Air Conditioner untuk ruangan berkapasitas 9000Btu guna menurunkan suhu dengan lebih cepat.
Alat dan bahan dibersihkan dengan air terklorinasi dan menggunakan sanitizing agent NaOCl 30ppm (pH 9,2). Disyaratkan air yang digunakan untuk pembersihkan mengandung mikroba maksimal 104 CFU/ml guna mengurangi jumlah awal mikroba (microbial loading) di permukaan alat dan bahan yang berkaitan dengan proses pengolahan. Sanitasi pekerja juga harus diperhatikan agar tidak terjadi cross-contamination. Pekerja harus senantiasa mencuci tangan dengan sanitizing agent yang mengandung alkohol 70%. Jika diperlukan, trimming buah apel dilakukan untuk menghilangkan bagian yang tidak diinginkan , seperti batang, daun, atau bagian buah yang busuk.
Pengirisan dilakukan untuk memperluas permukaan daging buah apel sehingga mempermudah dalam peradiasian. Selain itu, ketebalan yang kecil dapat mempercepat masuknya gelombang radiasi ke dalam seluruh bagian irisan buah apel. Penyajian buah apel dalam bentuk irisan juga memberi kenyamanan konsumen dalam mengkonsumsi buah apel. Dalam hal pengemasan dan pendistribusian, bentuk irisan apel dapat mengurangi densitas kamba (bulk density) sehingga dapat mengefisienkan proses pengemasan dan pendistribusian.
Perendaman dalam CaA bertujuan untuk menekan reaksi pencokelatan dan terjadinya discoloration pada permukaan irisan buah (Beaulieu, 2006). CaA juga dapat mereduksi penurunan kekerasan tekstur daging buah (firmness) selama penyimpanan, marketing, dan distribusi (Fan, 2008). CaA juga membantu menjaga kandungan asam askorbat (vitamin C) setelah terjadi pengirisan (Fan, 2005). Penggunaan CaA tidak mengganggu efektifitas radiasi dalam membunuh mikroba pada permukaan irisan buah apel (Fan, 2005).
Pengemasan bertujuan untuk melidungi irisan buah apel dari pengotor fisik, kimia, makroorganisme, dan mikroorganisme. Selain itu, pengemasan memberi nilai estetika pada produk. Pengemasan juga digunakan sebagai media komunikasi produsen kepada konsumen, misalnya promosi, informasi, dan keterangan mengenai produsen. Pada pengemasan, harus ditambahkan simbol “radura” dan tulisan “Treated by irradiation” untuk memberitahukan kepada konsumen bahwa produk telah mengalami radiasi. Hal ini diatur sesuai. Dipakai plastik poleolefin dengan tujuan untuk meminimalisir perpindahan udara (air movement) dari lingkungan.
Peradiasian dosis 1,6 KGy bertujuan untuk memperpanjang daya simpan buah apel segar dengan cara membunuh mikroba pada permukaan irisan buah apel, mematikan aktivitas deteriorasi enzimatis, seperti enzim polifenolase (penyebab pencokelatan enzimatis), dan menjaga stabilitas senyawa fitokimia heat-labile. Dilakukan pada suhu 4°C agar menurunkan suhu selama proses peradiasian, karena proses radiolisis air menghasilkan panas.
Pendistribusian bertujuan untuk memindahkan produk akhir menuju tangan konsumen. Distribusi lebih mengarah kepada perdagangan luar negeri. Hal ini dikarenakan harga akhir produk cukup tinggi dibanding dengan harga buah apel dalam bentuk segar. Selain itu, memperhatikan kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan harga dibanding dengan nutrisi yang terkandung dalam bahan pangan, buah apel radiasi kurang diminati oleh konsumen domestik. Pendistribusian dilakukan dengan memperhatikan faktor lingkungan seperti suhu rendah dan minim cahaya untuk menghindari reaksi deteriorasi enzimatis dan foto-oksidasi.
Keuntungan Penggunaan Iradiasi
Iradiasi membunuh hampir seluruh bakteri, kapang, parasit, dan organisme yang menyebabkan food borne disease pada buah apel. Hal ini berdampak pada penurunan kebutuhan terhadap fumigan pasca panen yang dapat menimbulkan residu. Selain itu, masa simpan buah apel semakin panjang akibat inaktivasi organisme pembusuk dan menunda pemasakan (Fan, 2008). Pasteurisasi dingin ini juga dapat menjaga kestabilan senyawa-senyawa penting yang tidak tahan panas (heat-labile). Penggunaan Cs-137 sebagai sumber radiasi dapat mereduksi biaya produksi dalam peradiasian buah apel iris. Selain memiliki daya tembus yang tinggi, Cs-137 cepat dalam proses merubah air menjadi radikal bebas, sehingga biaya daya listrik (sebagai sumber daya sumber radiasi) dapat ditekan. Apel “rome-beauty” merupakan apel yang populer di luar negeri karena kandungan kimia bermanfaat dalam apel varietas ini paling tinggi dibanding varietas lain, sehingga apel “rome-beauty” teradiasi dapat dijadikan komoditas perdagangan ekspor yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat meningkatkan devisa negara.
Kerugian Penggunaan Iradiasi
Iradiasi menurunkan jumlah beberapa nutrisi penting seperti vitamin E (~15-30 %); Thiamin (~10-25%); Vitamin C (5-15%); Riboflavin (~7-10%); Pyridoxine (~10-20%); Vitamin B12 (~15-20%). Nutrisi lain juga terkena dampak dimana berakibat pada penurunan konsistensi. Selain itu, iradiasi menghasilkan produk radiolitik yang berlum diketahui keamanan pangannya secara jangka pendek dan jangka panjang, sehingga sebagian konsumen masih memiliki keraguan dalam memilih produk teradiasi. Iradiasi juga memicu pembentukan oksida sterol dan epoksidasi asam lemak, serta hasil oksidasi lainnya (aldehid, ester, keton, dll) yang perlu dipehatikan keamannya. Untuk mendapat efektifitas 95% - 100% dalam mereduksi jumlah mikroba, diperlukan dosis yang lebih tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas buah apel. Iradiasi tidak efektif untuk melawan virus pada buah apel (Garbis, 2011). Harga apel teradiasi lebih tinggi dibanding dengan harga apel segar, sementara apel “rome-beauty” mudah didapatkan di Indonesia, sehingga hanya konsumen domestik kalangan tertentu saja yang menyukai produk ini. Lapangan pekerjaan pada industri ini tidak terlalu padat karya karena tingginya penggunaan mesin-mesin pengolahan otomatis. Industri ini tidak dapat mengembangkan mikro-ekonomi Indonesia karena diperlukan modal awal yang cukup besar.