Monday, March 05, 2012

Microwave


Gelombang mikro adalah radiasi elektromagnetik berfrekuensi 0,3-300 GHz (Kaufmann dan Christen, 2002). Menurut Mandal et al. (2007), efek pemanasan gelombang mikro maksimum terjadi pada pemanasan frekuensi 2450 MHz dengan energi luaran 600-700 watt. Gelombang mikro terbentuk dari dua medan kumparan tegak lurus (oscillating perpendicular fields), yaitu medan elektris dan medan magnetik. Gelombang mikro dalam MAE berperan sebagai vektor energi kepada bahan yang mampu menyerap dan mengubah energi menjadi panas secara radiasi  (Jain et al., 2009).

Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Efek pemanasan gelombang mikro berdampak nyata pada senyawa polar dan bersifat transparan terhadap senyawa non-polar. Pemanasan senyawa polar diatur oleh fenomena yang simultan, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol. Konduksi ionik adalah migrasi elektroforetik ion di bawah pengaruh perubahan muatan medan. Nilai tahanan bahan untuk melakukan migrasi ion menghasilkan friksi sehingga memanaskan larutan (Kaufmann dan Christen, 2002). Nilai resistansi tersebut dipengaruhi oleh jenis bahan.

Pada frekuensi lebih besar dari 2450 MHz, komponen elektris berubah dengan lebih cepat sehingga molekul-molekul tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk memulai penyusunan kembali.. Jika frekuensi gelombang lebih rendah dari 2450 MHz, komponen elektris berubah dengan lebih lambat sehingga molekul-molekul mendapatkan cukup waktu untuk melakukan penyusunan kembali molekul tanpa terjadi vibrasi. Kedua fenomena di atas ini menyebabkan tidak terjadinya gaya friksional dan tidak timbulnya panas. Berdasarkan mekanisme di atas, hanya senyawa dieletrik dengan dipol-dipol permanen yang dapat dipanaskan dengan gelombang mikro (Mandal et al., 2007).
Efek Radiasi pada Molekul Air
Rotasi dipol berarti penyusunan kembali (realignment) dipol-dipol molekul terhadap medan elektris yang berubah-ubah. Komponen elektris gelombang berubah 4,9 x 104 kali tiap detik. Molekul senyawa polar mencoba menyusun dirinya kembali untuk mempertahankan kestabilan fase pelarut di tiap satuan waktu. Namun, karena perubahan komponen elektris gelombang terlalu cepat, molekul pelarut gagal untuk melakukan penyusunan kembali dan akhirnya bergetar (vibrating). Hal ini menakibatkan panas melalui gaya friksional (Mandal et al., 2007).
Konstanta dielektrik dan momen dipole pelarut
Pelarut
Konstanta dielektrik (20°C)
Momen Dipol (25°C) (Debye)
Heksana
1,89
<0,1
Aseton
20,7
2,69
Etanol
24,3
1,69
Metanol
32,6
2,87
Air
78,5
1,87
Sumber: Kaufmann dan Christen (2002)

Terdapat dua parameter yang mempengaruhi sifat dielektrik bahan dan pelarut. Pertama ε’’, faktor kehilangan dielektrik (dieletric loss factor) yaitu efisiesi konversi energi gelombang mikro terserap menjadi panas, Kedua, ε’, konstanta dielektrik yaitu polarisabilitas (polarizability) molekul larutan dalam sebuah medan elektris. (Kaufmann dan Christen, 2002). Rasio kedua parameter disebut faktor disipasi (dissipation factor), tan δ, yaitu efisiensi konversi energi pada jenis larutan tertentu (Jain et al., 2009). 

Konstanta dan faktor kehilangan dieletrik beberapa pelarut
Pelarut
Konstanta Dielektrik (ε’) F/m
Faktor Kehilangan Dieletrik (ε’’) F/m
Air
80
12
Aseton
20,7
11,5
Metanol
23,9
15,4
Etanol
7
1,6
Heksana
1,88
0,00019
Sumber: Jain et al. (2009)

 Referensi


Jain, T., Jain, V., Pandey, R., Vyas, A., & Shukla, S. S. (2009). Microwave Assisted Extraction for Phytoconstituents – An Overview. Asian Journal Research Chemistry , 1 (2), 19-25.
Kaufmann, B., & Christen, P. (2002). Recent Extraction Techniques for Natural Products: Microwave-assisted Extraction and Pressurised Solvent Extraction. Phytochemical Analysis , 13, 105-113.
Mandal, V., Mohan, Y., & Hemalatha, S. (2007, January-May). Microwave Assisted Extraction – An Innovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research. Pharmacognosy Reviews , 1 (1), pp. 7-18.

0 comment:

Post a Comment